its my blog :)

Saya menemukan 'diri'saya ketika saya menulis.
Menulis adalah sebuah kekuatan :)

Sabtu, 07 April 2012

DERMAGA LUKA DI "LAUT HITAM"

Aku merasakan sesak yang bergumal dalam batin Ku saat ini. Rasa tak percaya begitu kuat menguasai hati Ku. ada pedih di sini. Di hati ini. Menggerogoti Ku hingga Ku rasa perih itu telah mampu menarik seluruh jaringan sel saraf Ku. Tuhan… Aku tak percaya ! Sungguh, hingga detik ini Aku masih tak percaya bahwa bangunan megah di depan Ku ini, yang telah menampung Ku dan semua kebahagiaan Ku bersama keluarga  telah berubah menjadi puing-puing hitam yang tak berguna. Ya…kobaran api telah dengan ganas nya merebut semua ini dari hidup ku. Aku tak kan pernah bisa melupakan bagaimana api itu dengan ganasnya merontokkan satu demi satu rumah di desa Ku.
Aku masih berdiri di sini. Menatap dengan hampa hamparan sisa puing rumah-rumah yang telah menghitam. Sungguh, kejadian hari ini telah mampu menorehkan luka dan trauma di hati Ku.

            Jujur, Aku tak mau  serapuh ini. Aku masih tak menyangka dalam salah satu episode hidup Ku akan ada kejadian seperti ini. Kejadian yang sejenak hampir menumbangkan image Ku sebagai lelaki. Aku tak ingin menangis ! Bahkan tak kan Ku biarkan satu tetes pun air mata Ku jatuh meratapi semua nestapa ini. Biarlah luka itu mengiris pedih di hati Ku saja tanpa mampu menumpulkan semangat Ku sedikit pun. Tapi, apa kenyataannya ? Ya, Aku memang seorang laki-laki. Tapi Aku masih punya hati, Aku punya perasaan. Tak mudah bagi Ku untuk membuat hal ini sebegitu sepele. Saat ini, detik ini tak ada yang lain dalam fikiran Ku selain rasa tak percaya. Aku tau hidup harus tetap berjalan dan Aku harus kuat tapi tunggu sekali lagi Aku hanya manusia biasa.

            Aku tersadar dari semua lamunan panjang Ku,saat Aku merasakan satu tepukan halus di pundakku. Aku menoleh. Senyuman itu. Ya..senyuman ayah ku nan teduh.  Ya Allah…hamba tak sanggup ! Hamba tak sanggup Tuhan !  Aku merasa mata Ku sudah tak mampu lagi untuk membendung tetesan air mata ini. Tapi, dengan tabah nya beliau mengusap buliran air mata yang jatuh. Sungguh Aku malu. Aku laki-laki dan Aku harus tegar !!!
Rif, kamu udah makan Nak ?” ujar nya lembut
Aku menggeleng perlahan. Ku pandangi tubuh itu lekat-lekat. Tubuh yang basah dan layu oleh peluh serta nestapa. Tubuh yang dulu kekar kini layu dalam waktu lima menit. Ayah, ayah yang selalu jadi tempat sandaran Ku kini harus layu dan hampir beku oleh kenyataan yang di terima nya. Sekali lagi Ku pandangi wajah tegarnya, senyum lembut itu masih tetap tersungging. Meski, ada gurat-gurat keperihan yang Ku lihat bergelayut di pelupuk mata Nya.
“Sudahlah, tak usah terlalu Kau risaukan Rif. Yang penting kita semua masih di beri Allah keselamatan. Kita harus mensyukuri nya Nak. Pergilah ke rumah paman Mu, temui ibu dan adik-adik Mu. Kamu harus makan. Jangan kau buat keadaan tambah runyam hanya karena kau lengah menjaga kesehatan Mu” tandas nya sembari menepuk-nepuk pundakku.
Aku diam. Aku mendengar nya tapi tak menggubrisnya. Memori otakku masih dengan jelas memutar ulang kejadian dahsyat itu. Hingga Aku rasa ingin membuang jauh-jauh ingatan ini, agar Aku tak bisa mengingat lagi bagaimana dahsyat nya api itu merenggut sejuta asa Ku. Aku ingin berteriak sekarang. Ingin ku beri tau kan  pada dunia bahwa ini semua hanya mimpi. Bahwa kejadian memilukan ini sesungguhnya tidak dan tak akan pernah terjadi. Tapi, apa….ini kenyataan. Kenyataan Rif.
Rif, pergilah Nak” teguran Ayah kembali memecahkan lamunan Ku.
Sekali lagi Ku pandangi hamparan puing yang telah menghitam. Sisa-sisa api masih jelas terlihat. Puluhan kapal masih berusaha memadam kan sisa-sisa api yang di khawatirkan kembali membesar.

            Akhirnya Aku menyerah. Ku tinggalkan Ayah dan menemui ibuku dirumah salah satu kerabat Ku. di sepanjang jalan yang Ku dengar hanya tangis. Hanya tangis dan umpatan serta ratapan yang membuat telinga Ku panas. Aku memberhentikan langkah Ku di depan musholla tempat penampungan sementara para korban. Ku urungkan niat Ku untuk kerumah paman Ku. ku hempas kan tubuh ku yang letih di bangku kayu depan mushollah. Hati Ku perih. Sungguh Aku masih sangat tak percaya dengan semua ini.
Rif” teguran itu mengejutkan Ku. Aku kenal suara itu. Yaa…itu suara sahabat Ku. aku menoleh nya. Ku coba untuk tetap tersenyum meskipun sesungguh nya hati Ku menjerit. Sandy membalas senyuman Ku dengan tepukan di pundakku. Begitupun dengan Randy dan Rizky. Mereka bertiga adalah teman akrab Ku di kelas. Bukan akrab lagi tapi sudah seperti saudara. Karena mayoritas di kelas Ku adalah cewek. Hanya  kami berempat yang cowok.
Aku kembali menundukkan kepala Ku. ketiga sahabat Ku tadi hanya diam disamping Ku. Aku tak mendengar apa yang mereka bicara kan yang jelas di telinga Ku hanya jeritan-jeritan pilu yang menggugah hati.
“Arif” Sekali lagi Aku menoleh. Kali ini yang datang adalah guru Ku dan sejumlah teman cewekku. Sekali lagi Aku tersenyum. Yaa…tersenyum dalam kegetiran. Tuhan beri Aku kekuatan… Ku Mohon….

            Sekali lagi memori otakku kembali me-replay kebahagiaan yang telah ku rasa selama ini sekejap hilang hanya karena satu kesalahan dari orang yang tak bertanggung jawab. Senyum Ku, tawa Ku kini berganti dengan rasa putus asa dan tak percaya dengan semua yang terjadi. Ingat ayah Ku, Ibuku dan semua impian mereka hati Ku perih. Aku berharap…akan ada hari bahagia sesudah ini. Semoga….

***


            Pagi datang. Aku bangun dan langsung melarikan diri Ku kearah rumah Ku. benar, yang kulihat hanya puing-puing hitam. Tuhan…berarti ini semua kenyataan. Nafas Ku memburu. Aku ikut dalam kerumunan anak-anak korban lainnya. Aku turun ke TKP meskipun sebenarnya dilarang. Ada garis polisi yang menghalanginya. Aku nekat turun untuk mengambil sedikit data dan bukti bahwa disitu adalah tempat kami tinggal.

            Siang makin terik. Ku dengar kabar bahwa Bupati akan datang kesini. Aku tak terlalu ambil pusing. Masa bodo. Entah jam berapa saat itu yang pasti saat Aku sadar oleh sebuah teguran, di sebelah Ku telah ada teman-teman sekelas dan sejumlah anggota OSIS. Yaa…Aku adalah ketua OSIS tapi untuk sekarang persetan dengan jabatan itu.
Rif, di rumah paman Mu ada guru tu. Mereka nyariin kamu” itu informasi yang ku dengar dari salah satu sahabat Ku. aku bergegas menenmui mereka.

            Ku ceritakan secara detail apa yang ku ketahui. Memang saat awal kejadian itu Aku sedang tak ada dirumah. Aku berada di sekolah untuk mempersiapkan salah satu acara yang Ku koordinir. Yang pasti saat Aku pulang Aku sudah tak bisa lagi menapakkan kaki Ku dirumah itu.

            Aku banyak menerima bantuan dari teman-teman Ku. Aku merasa support dari mereka adalah faktor pendorong Ku untuk bisa sedikit bertahan. Tanpa support dari mereka Aku tak akan bisa apa-apa. Dengan berat hati Ku terima amplop dari anggota OSIS yang di wakili oleh sekretarisnya. Demi Allah Aku taksanggup menerima nya. Sungguh. Andai Aku bisa mungkin tak kan ku biarkan tangan ini menerima uluran dari ornag lain. Karena Aku yakin Aku masih bisa bertahan. Aku tak akan pernah rapuh oleh kejadian ini. Tapi, kenyataan nya apa Aku bisa menuruti kehendak salah satu sisi hati Ku itu ?



















            Hari ini, adalah awal dari tahun ajaran baru. Aku pergi sekolah dengan sisa semangat yang Ku miliki. Setidaknya Aku telah berhasil menduduki peringkat tiga pada semester kali ini. Namun, sungguh itu tak berarti apa-apa bagi Ku.
Ada semangat dan harapan baru yang tumbuh ketika Ku tapakkan kaki Ku di sekolah ini. Aku telah menjadi ARIF RAHMAN yang dulu. Aku adalah KETUA OSIS yang siap kembali menjalan kan segala aktifitas dan rutinitas Ku.

            Yang pasti Aku berharap akan ada hikmah di balik ini semua. Bahwa sesungguhnya ini semua bukan lah akhir dari segalanya. Aku yakin ini adalah salah satu jalan bagi Ku untuk menggapai kebahagiaan yang lebih dari apa yang Ku miliki dahulu. Akan ada banyak senyum yang akan Ku terima dari ini semua.
Terima kasih Tuhan, setidaknya Engkau telah mengajarkan pada Ku arti sebuah kebersamaan. Telah engkau kenalkan pada Ku arti kehilangan. Dan arti dari sebuah senyum serta air mata.

           
                                                                                               
                                                                                    Sungsang, 29 Juli 2009

           
                                                                                   MASNA DEVI ROSIANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar