Hidup adalah sebuah perjanjian dengan Tuhan akan hal-hal indah yang akan kita lakukan di dunia.
Hidup adalah sebuah skenario besar yang di ciptakan Tuhan untuk kita….
Dan kepedihan adalah salah satu dari dramatisme yang indah dalam hidup…
Salam Cinta abadi,
Masnah Devi Rosiana
Sungsang, 16 Juli 2009
21.00 WIB
Ku awali cerita ini dengan setetes air mata yang mengaliri pipi Ku. Namun, tangisan ini bukan ungkapan dari satu kesedihan semata tapi ungkapan kebahagiaan. Yaa…kebahagiaan karena telah mempunyai kesempatan untuk melukiskan apa yang telah berlalu selama guliran waktu masih tetap berjalan.
Aku sengaja melukiskan sosok anggun ini dengan kata “DIA” dan “NYA” agar cerita ini bisa lebih hidup dan mengalir. Tanpa mengurangi sedikit pun rasa hormat ku pada beliau, izinkan Aku melukiskan sekelumit kisah hidup Mu dengan segenap kemampuan Ku.
Aku adalah seorang murid remaja yang masih duduk di bangku sekolah lanjutan pertama. Namun, kali ini Aku tak akan menceritakan diri Ku secara detail, tapi mengenai seseorang, seseorang yang bagi Ku adalah “Karang dalam Samudra”. Yaa…bagi Ku DIA adalah sebongkah karang suci yang hidup ditengah amukan badai samudra. Yaa…pelita dalam luka. Itulah sedikit gambaran yang bisa sedikit Ku defenisi kan dari hidup seorang Zaliah, S.Pd. Namun, selebih nya Aku tak tahu. Hanya Allah dan DIA lah yang tahu semua.
Aku bersyukur Sang Takdir telah menghantarkan DIA ke sebuah Desa terpencil yang bernama Sungsang. Dan Aku bersyukur karena DIA dengan ikhlas nya mau mengabdikan dirinya di desa yang semuanya serba terbatas ini.
Aku memang tak terlalu dekat dengan nya tapi, Aku beruntung karena Aku bisa mengetahui secuil kisah perih yang pernah terlukis dalam hidup nya. Dan dari kisah tersebut telah tertoreh sebuah luka yang ku rasa hingga detik ini tak bisa hilang dengan sempurna. Yaa…yang pasti luka itu telah lebih dulu tertoreh sebelum DIA menjejakkan kaki Nya di desa ini.
Aku mengenal nya sebagai seorang guru yang supel. Semua murid seolah berlomba ingin dekat dengan nya. Yaa…pembawaan nya yang ceria dan terbuka kepada murid-muridnya membuat nya sangat mudah mendapat tempat di hati kami semua. Aura keindahan itu terpancar jelas dari setiap tutur kata Nya. Setiap penjelasan nya mampu meresap kedalam otak kami yang terbatas dan gersang hingga menimbulkan suatu pencerahan baru. Waktu dua tahun masa kebersamaan itu hingga saat ini masih kami syukuri. Tak pernah ku dengar keluhan dari para murid tentang kinerja nya kecuali dari anak yang memang sangat bandel.
Hari-hari berlalu amat cepat hingga sekarang Aku khususnya dan dan semua siswa lain telah menjalani dan melewati dua tahun masa kebersamaan kami dengah DIA dengan indah. Pelajaran nya selalu di nanti. Karena setiap bait kata yang terucap dari bibir tipis nya adalah untaian mutiara yang tak lekang oleh waktu. Mampu meresap di otak kami yang pas-pasan. Dan masih mampu tersimpan dengan jelas apa yang telah ia katakan mulai dari pelajaran hidup hingga khusus dalam pelajaran.
Meski tak ada manusia yang sempurna namun bagi Ku untuk ukuran seorang guru DIA sudah cukup sabar menghadapi situasi sekolah kami yang bisa di katakan gersang. Entah itu oleh teknologi hingga moral.
Aku mengetahui kisah hidup nya dari sedikit cerita yang terkadang ia sisipkan dalam setiap penjelasannya. Selain itu dari sebuah novel karangannya yang sempat DIA perlihatkan pada Ku. Dan bagi Ku novel itu luar biasa. Kerena lahir dari tangan seorang wanita hebat nan tegar.
Benar kata orang “Perpisahan itu lebih lama dari pada pertemuan”. Itulah yang pas menggambarkan “kebersamaan” kami bersama Nya. Selama ini kami tak pernah berfikir bahwa kebersamaan kami bersama Nya sebegitu singkatnya. Tak pernah terlintas apalagi terbayangkan dalam benak kami semua. Yang ada dalam fikiran kami adalah kami dulu yang akan meninggalkan Nya karena masa belajar kami di bangku SMP akan berakhir. Dan kami menyangka masa bakti Nya di SMP akan berlangsung lama. Namun, Tuhan dan takdir berkehendak lain. “Derita” akibat “cerita lama” itu kembali datang menerjang saat semua nya di rasa telah indah. Perpisahan ini teramat dalam mengusik sanubari Ku, membuat Ku berfikir jauh dan mampu melelehkan air mata Ku.
Yaa…DIA memang sempat bercerita bahwa dulu saat DIA masih duduk di bangku kuliah dulu DIA pernah mengalami kecelakaan yang lumayan fatal hingga menganggu sistem syaraf otak nya. Dan itulah salah satu faktor yang menyebabkan ia meninggalkan desa kecil nan terbatas ini dan meninggalkan kami semua bersama rasa perih dan sedih yang tak terperih.
Aku baru tahu Dia akan meninggalkan kota kecil ini, pada suatu hari. Tepat nya pada hari Jum’at. Yaa…pada saat itu beliau memimpin acara yasinan yang rutin kami lakukan setiap Jum’at. Pada saat itu Dia meneteskan air mata nya. Entah mengapa. Dan ada satu perkataan yang mengusik fikiran Ku saat itu. Inti dari kata-kata itu adalah akan perginya Dia. Entah, apa maksud sesungguhnya dari perkataan itu. Namun, sewaktu itu yang ada dalam benakku hanya karena penyakit Nya lah yang membuat Dia menangis, tapi ternyata tetesan air mata itu adalah ungkapan kepedihan dalam sebuah kegalauan di hati Nya.
Malam ini, Aku baru mengetahui sedikit lebih lengkap lagi mengenai DIA. Bagaimana perihnya perjalanan hidup nya untuk bisa seperti sekarang. Bagaimana perjuangan nya untuk bisa sampai sekarang. Ada satu keperihan yang ternyata menggumpal dalam hati Nya. Keperihan itu lah yang memupuknya hingga Ia menjadi wanita tegar seperti sekarang. Lain lagi dengan cerita cinta Nya, rasa perih itu menempati satu tempat lain di hati Nya. Luka karena tersakiti oleh pengkhianatan. Entah, apa rencana Tuhan di balik semua ini ? Yang pasti Aku yakin penderitaan ini adalah jembatan yang harus lebih dulu Dia tempuh untuk mencapai satu kebahagiaan yang hakiki. Ini semua merupakan salah satu cara Tuhan untuk mewarnai hidup Nya agar di setiap hembus nafas Nya tak sia-sia. Dan Aku yakin, Dia akan mampu melewati ini tetap dengan senyum anggun nya.
Namun, ada satu senyum dalam kebahagiaan ini, Aku tersenyum melihat “Sang Karang” masih tetap berdiri kokoh dengan hebat di tengah amukan badai samudra. Di tengah perih nya kehidupan dunia. Ini lah hidup. Hidup adalah sebuah Hipotesa. Nyata, tapi tak bisa di ungkap kan dengan baitan kata-kata.
Tetaplah setegar ini “Karang Ku” karena suatu saat samudra akan tenang dan kedamaian akan menyelimuti Mu.
Tak ada yang bisa diri ini haturkan Guru Ku, selain rangkaian doa yang mengiringi setiap detak jantung dan denyut nadi Mu. Semoga Allah memberikan yang terbaik dalam hidup Mu. Semoga Allah mengganti kebut gelap itu dengan sinar kebahagiaan yang menyinari bumi Hidup Mu.
Dan kala kaki Mu telah jauh menapaki hidup baru, tetap rangkai bayang Kami disini, menempati satu tempat di hati-Mu.
Untuk Bu Zaliah sayang..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar