RASA YANG KEMBALI
Aku mengumpulkan lembar ujian Ku dengan malas. Tak ku hiraukan bisik-bisik dari beberapa teman yang menginginkan jawaban dari Ku. Aku langsung bergegas keluar. Diluar kelas, Suasana masih sepi. Maklum ini baru menit ke-30, tapi Aku sudah keluar. Yaa…memang ujian tadi sangat mudah bagi Ku. Jadi, untuk sekarang Aku terpaksa menghabiskan waktu sendiri. Ku buka kembali gumpalan kertas yang berisi rumus-rumus Fisika. Satu persatu rumus-rumus kembali tersusun di otakku. Setelah tadi menjadi potongan-potongan puzzle yang tak tak beraturan.
“Ra….” Sebuah teguran mengejutkan Ku. Aku menoleh. Farah telah ada disamping Ku.
“Gimana soal-soal nya mudah kan ?” tandas Ku berbasa-basi.
“Iya..soalnya yang mudah. Tapi jawaban nya nggak !” ketus Farah
Aku tergelak.
“Gimana…?”
“Gimana apa nya…?” tanya Ku bingung
“Ya kamu ama Ari ?”
Aku mengangkat bahu.
“Biasa aja. Nggak ada seneng-seneng nya sedikit pun selama Aku jadian ama dia” tegas Ku.
“Duh…gimana she ? Masak nggak seneng ? Inget Ra…dia itu pacar kamu. Dan kamu tu milik dia. Jadi kamu harus perhatian donk ama dia… !” tandas Farah.
“ih…nggak usah segitunya juga kali Fa… Milik…emang Aku anaknya apa. Yaa oke…dia boleh nyandang status sebagai cowok Aku, atau Aku nih milik dia, itu versi dia. Nggak buat Aku ! Dia boleh nganggep Aku nih ceweknya. Dia boleh milikin Aku tapi nggak hati Aku !” tegas Ku.
“Lalu…?”
“Lalu apanya ?”
“Yaa lalu hati kamu buat siapa ?”
Aku diam sejenak. Menetralkan hati yang kembali bergelombang.
“Udah lah Ra…jujur aja. Kita kan udah janji nggak bakalan ada rahasia satu sama lain” tandas Farah
Aku masih diam. Gumpalan kertas fisika masih ditangan Ku. Aku menatap jauh kehamparan lapangan yang menghijau di depan Ku. kenangan itu kembali terputar diotakku.
“Nggak tau Fa….Jujur untuk saat ini Aku nggak tau apa rasa ini bener atau hanya sebuah rasa yang sekejap saja. Aku masih akan berusaha untuk ngeyakinin hati Aku kalo apa yang Aku rasa ini nggak bakal terjadi. Aku nggak boleh ngelakuin itu….!
“Maksudnya ?”
“Udahlah….Ntar juga pasti kamu tau. Sekarang Aku mau belajar dulu ah… neh kan hari terakhir kita ulangan. So…Aku harus maksimal” tandas Ku.
Farah diam.
“Udah…jangan kayak orang bloon gitu deh. Mending kita ke perpus aja. Biar bisa konsen belajarnya” tandas Ku sembari menarik tangan Farah menuju ke perpus.
Sepanjang perjalanan, Aku mencoba untuk menata kembali hati Ku.Sejenak melupakan bayang Nya yang menghuni satu persatu sudut hati Ku. dipertengahan jalan, Aku bertemu dengan Adri. Ada yang menggelinjang-gelinjang dalam dada Ku. Ada rasa yang sulit Ku mengerti.
‘Tuhan…tolong Aku. Jangan biarkan Aku kembali mencintainya…jangan biarkan rasa itu kembali..’ bisik hati Ku.
Aku menatap nya sesaat. Ia menanggapi Ku dengan hambar.
Adri adalah mantan pacar Ku sekaligus pacar pertama Ku. Dia adalah yang pertama yang mengisi hari ku dengan segenap kasih sayang nya. Jujur, pada awalnya Aku tak yakin kalau dia mencintai Ku. Keraguan itulah yang mungkin menyebabkan kandasnya hubungan kami. Yaa..hubungan itu tak lama, hanya berjalan 1 bulan 1 minggu. Tapi, hari-hari itu terasa begitu indah.
Kehancuran itu berawal dari emosi Ku. Yaa…mungkin Aku terlalu posesif atau apa…tapi, yang pasti hati Ku tak akan pernah bisa menerima apabila dia dikait-kaitkan dengan mantan pacarnya. Yaa…rasa yang kurasa sekarang sama seperi apa yang Gita, mantannya rasakan sewaktu ia bersama Adri dulu.
Yaa…sewaktu Adri masih menjalankan hubungannya dengan Gita, Adri terpilih menjadi ketua OSIS menggantikan Rio , OSIS kami yang dulu. Karena dari awal Aku sudah menjabat menjadi sekretaris, otomatis Aku harus siap dengan perubahan ini. Jujur, selama Adri menjalin hubungan dengan Gita, tak ada sedikit pun niat untuk merebut nya dari Gita. Yaa…jujur rasa cinta itu memang ada. Cinta yang tumbuh karena selalu bersama. Cinta yang tumbuh karena sikap coolnya, sikap cueknya. Tapi sekali lagi hanya sebatas itu, Aku juga tak berani berharap lebih terhadap sosok Adri apalagi untuk bersaing dengan Gita, yang menurut Ku sempurna !
Namun, meski pun Aku tak mempunyai niat sedikit pun untuk itu, tapi ternyata cemburu telah lebih dulu menguasai Gita, ia menuduh Ku mencoba untuk merebut Adri dari nya. Dan puncak dari semuanya adalah kandasnya hubungan persahabatan Ku dengan Gita.
Pasca kejadian itu, hubungan Ku dengan Adri pun sedikit memburuk. Aku dan dia terlibat konflik yang tak tau apa asal mulanya. Dan selama itu pula Aku mencoba untuk menghilang kan rasa ku terhadap Adri dan selama itu juga Aku seolah menutup diri Ku dari berbagai info tentang Adri. Sampai akhirnya Aku mendengar kabar kalau mereka putus.
Sesudah mendengar kabar itu, bagi Ku tak ada pengaruh sedikit pun. Waktu beberapa bulan telah cukup bagi Ku untuk menghapus sosok Adri dari ingatan Ku, dan entah ada angin apa, pertengahan Agustus lalu, dia kembali hadir di kehidupan Ku. yaa…dia menyatakan cinta pada Ku. Dan tanpa fikir panjang, Ku terima cinta itu karena bagi Ku dia adalah terbaik dari sekian cowok yang mengharap ku. yaa… Adri adalah cowok yang cool bahkan terkesan cuek. Itu yang ku suka dari dia dibanding cowok-cowok lain yang terlalu berlebihan dalam mengharap cinta Ku.
Selama Aku menjalin hubungan dengan nya, Aku merasa ada yang lain dari hati Ku. yaa…perlahan tapi pasti Aku bisa melupakan Andra, cinta pertama Ku. Tapi jujur, tanpa sepengetahuan siapa pun, Aku seolah selalu dibayang-bayangi oleh Gita. Meskipun Aku tak ingin melakukan hal yang sama seperti yang Gita lakukan pada Ku, tapi ternyata rasa itu tetaplah ada. Gita memang masih mencintai Adri.
Memang awalnya Aku mempercayakan semua pada Adri karena Aku yakin Adri tak mungkin mendua.
Tapi semakin hari semakin banyak info yang sampai ditelinga Ku. Yaa...Aku merasa semua orang mendukung hubungan Adri_Gita. Lama kelamaan kondisi ini menyulitkan Ku. Antara semua dilemma itu, Aku memutuskan untuk menghakhiri hubungan Ku dengan Adri meskipun Aku masih mencintai nya. Dan akhrinya Adri pun sangat membenci Ku.
Awalnya, Aku bersikap biasa saja. Dan Aku yakin akan bisa melupakan Adri seperti dulu. Tapi ternyata Aku salah. Aku tak pernah bisa melupakan Adri. Aku merindukan senyum dan perhatiannya. Bahkan, hingga Aku menjalin hubungan dengan Ari pun, Adri tetaplah yang terpilih.
“Ra…kamu tu mau belajar ato mau ngelamun she disini” gerutu Farah saat ia menyadari dari tadi Aku hanya melamun.
“Oh…eh…nggak. Siapa yang ngelamun. Aku tu dari tadi lagi ngehafal pelajaran” tandas Ku berbohong.
Farah tersenyum.
“Udah deh…kamu kira Aku nggak bisa ngebedain mana ngelamun ama ngehafal apa. Udah deh Ra…jujur aja, kamu ada masalah ? Sama Ari ?”
Aku menggeleng.
“Nggak…nggak..orang Aku nggak ada masalah apa-apa. Cuma…” Aku menghentikan ucapan Ku. Menyadari untuk saat ini lebih baik Farah tak mengetahuinya dulu.
“Cuma apa ?”
“Nggak…nggak… Udah ah. Aku mau ngehafal dulu ntar masuk…” tandas Ku sembari mencoba mengumpulkan konsentrasi Ku yang dari tadi terpecah.
Dalam hati Aku beristighfar lirih. Memohon pertolongan Allah. Jangan sampai cinta Ku pada Adri atau siapa pun melebihi cinta Ku pada Nya.
“Astaghfirullahal ‘Adziim…”
©©©
Untuk sekian kali Aku memandang ke kelas Farah. Namun sehabat terbaikku itu belum muncul juga.
“Aduh…Farah mana she ? Ntar keburu ujan juga” gerutu Ku kesal.
Aku menoleh ke kerumunan anak-anak yang baru keluar, tak ada Farah diantara mereka.
“Woiii…bro… gimana ulangannya…”
Aku menoleh ke sumber suara. Yaa…suara yang sudah begitu akrab ditelingan Ku. Adri. Aku memandang nya dengan hambar. Ia hanya sempat melirik Ku sekilas, sesudah itu ia akan berpaling seolah Aku tak pernah ia lihat. Hati Ku perih. Aku menyadari ini semua kesalahan Ku, tapi apa sepantasnya ia berlaku seperti itu.
‘Ah…Allah…ampuni Aku” tandas Ku pelan.
Aku memandang keluar. Mendung makin tebal bergelayut. Awan hitam memang sudah sejak pagi tadi menggantungi langit. Rinai-rinai hujan pun perlahan makin deras menetes. Aku menghempaskan nafas pelan.
“Duh…maafin Aku yaa Ra…tadi Aku ada yang salah ngisi biodata nya jadi agak lama deh..” tandas Farah sembari menyongsong kearah Ku.
“Untung ujan…kalo nggak bisa kering kali nungguin kamu”
“Duh maaf deh…”
“Eh..gimana neh. Ujan tuh. Mau langsung pulang sambil ujan-ujanan apa nunggu reda dulu ?” tanya Farah.
“Nunggu reda dulu deh. Kan dingin kalo musti ujan-ujanan. Mana anginnya kenceng banget lagi…”
“Ya udah…” jawab Farah.
Suasana kembali hening. Hanya deru hujan yang makin menggila. Aku mendekap papan ujian Ku, berharap rasa dingin itu sedikit terobati. Angin makin kencang. Kami terpaksa kembali masuk ke aula. Suasana di aula begitu ramai, karena rata-rata siswa sudah ingin pulang hanya menunggu hujan reda saja. Tapi, Beberapa anak, termasuk Radit ikut menembus hujan yang deras.
Ah Aku kembali mengingat Radit. Bagi Ku Radit itu adalah cowok yang baik. Sayang, dia sedikit urakan. Maklum, sebagai anak band, sedikit banyak ia pasti larut dalam pola hidup anak band yang urakan. Radit pernah menyatakan cinta pada Ku saat Aku kelas 1. Tapi, ku tolak. Hingga kali ketiga Aku tetap menolaknya, dia pun tak lagi berani menyatakan cinta pada Ku. Sebenarnya untuk ukuran seorang cowok Radit adalah cowok yang bisa dibanggakan. Aku mengenal dia sebagai cowok pemberani yang sangat penyayang. Dan sekarang, ia tengah menjalin hubungan dengan Rasty.
Aku mengagumi sikap pemberani Radit.
Tapi, entah mengapa meskipun Aku merasa cinta Ku pada Adri atau Radit telah mampu mengalahkan cinta Ku pada Andra, tapi Aku terkadang masih saja merindukan Andra. Meskipun Aku tau Andra tak ubahnya bak bintang yang indah dan anggun, namun terlalu sulit untuk Ku gapai. Namun, hati Ku tetap saja tak bergeming. Bagaimana pun kondisinya hati Ku selalu berpaling untuk Andra.
“Woyy…bawaannya melamun mulu. Mo pulang nggak ? Tuh..anak-anak dah pada pulang” Aku sedikit kaget dengan teguran Farah.
“Yuukk…” ajak Ku.
Setengah berlari kami menyongsong anak-anak yang sudah lebih dulu pulang. Hujan belum seutuhnya reda, rintikannya masih terasa di pori-pori Ku. Hawa dinginnya pun belum seutuhnya hilang. Awan hitam masih berarak di sebelah barat langit.
“Ra…kamu inget nggak hari selasa kemarin hari apa ?” tanya Farah sembari menutup mukanya dengan papan ujian.
Aku diam sejenak.
Aku ingat. Hari selasa kemarin, tanggal 15 adalah tanggal jadian Ku dengan Adri. Tapi..
“Eh..ditanyaain malah diem”
“Oh…inget laah. Itu tanggal jadian Aku ma Adri. Kalo Aku nggak putus ama dia minggu kemarin udah 4 bulan…”jelas Ku.
“Jadi ceritanya nyesel neh…?” tanya Farah langsung.
“Oh…eh…nggak. Siapa juga yang nyesel” elakku. Namun jauh dilubuk hati Ku yang terdalam, Aku mengiyakan pertanyaan Farah. Jujur, Aku sangat merindukan masa-masa dimana Aku masih bersama Adri. Tapi ah udahlah…toh dia sudah kembali pada Gita. Mungkin memang takdirnya dia bersama Gita. Dan mungkin Aku hanya pelampiasan nya sejenak sembari menunggu waktu ‘menembak’ Gita kembali.
Suasana kembali hening. Hanya tetesan air hujan yang terdengar gemericik. Ada yang menggelinjang-gelinjang dalam lubuk hati Ku. Ada jutaan rasa yang tak bisa Ku mengerti. Marah, benci kecewa bercampur aduk dalam hati Ku. Semua itu menimbulkan efek galau yang tak pernah Ku mengerti.
“Heeiii..semua…” teriakan seseorang mengejutkan Ku.
Aku menoleh. Manda telah berada dibelakang Ku dengan senyum manisnya.
Aku membalas senyumnya.
“Pulang bareng yuuukkk…” tandas Manda girang. Ah…ini yang Ku suka dari dia. Dia selalu ada dengan keceriaannya.
“Boleh…” tandas Ku mantap.
Suasana ceria membuat Ku sedikit melupakan masalah Ku. Kehadiran sahabat-sahabat begitu penting artinya, sahabat adalah semangat saat Aku merasa rapuh dalam menjalani jutaan masalah yang Ku rasa tiada habisnya.
“uuuuhhh…akhirnya semester 1 terlewati juga dengan tenang….hari ini kita MERDEKA !!!” tandas Manda
“Iyaa…tapi pas mo UN naaahhh parah tuuuh” jawab Ku.
“Iyaaa yaa”
Suasana kembali hening.
Aku menikmati tiupan angin yang terasa dingin sehabis hujan mengguyur bumi. ada siluet demi siluet kenangan yang berputar dalam otakku. Ah…mengapa harus Adri ??
Mengapa Aku harus menyesal dengan semua yang telah Ku putuskan ? Bukankah dulu Aku sudah berfikir matang-matang dengan semua resikonya ?”
‘Nggak…Fira pasti bisa. Aku pasti bisa ngelupain Adri dan rasa itu tak mungkin kembali” support batin Ku.
©©©
Aku menghempaskan tubuh Ku di sofa rumah. Letih masih bergelayut dipundakku. Aku melirik jam dinding rumah Ku, baru pukul setengah dua. Untung sepulang dari sekolah tadi Aku sudah shalat dzuhur, jadi lumayan lega. Aku mengutak-atik handphone Ku. Ah…tak ada yang enak di ajak sms an selain…
“Nggak. Aku nggak boleh nginget Adri lagi. Nggak boleh” Aku berkata pelan. Mengingat kan hati Ku untuk tak lagi mengingat apalagi mengharap Adri.
Aku tau mungkin tak mudah untuk melupakan semua itu. Apalagi hampir setiap hari Aku bertemu dengannya. Tapi, Aku juga tak tau harus bagaimana menghadapi situasi ini. Rasa itu datang dengan sendirinya. Tanpa diminta dan tanpa Ku inginkan sedikit pun. Aku sadar semua ini kesalahan Ku karena Aku yang mengakhiri semua, tapi apa ini semata-mata salah Ku ? Ah entahlah…
Yang pasti Aku harus melupakan Adri. Toh buat apa juga mengharap orang yang sama sekali tak mengharap kehadiran kita. Dia MILIK Gita. Ingat dia MILIK Gita Fira, MILIK Gita. Dan mungkin selama ini memang benar Aku hanya jadi pelampiasannya saja.
“Huuuhhh…” Aku menghela nafas. Jutaan pertanyaan berseliweran diotakku.
“Aku berjanji mulai detik ini Aku akan melupaka Adri. Sekalipun Aku mencintainya, tapi Aku tak akan mengharap nya”
Dan semoga Adri bisa bahagia bersama Gita….
Ik Liefde Jullie….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar