Untukmu jiwa-jiwa mujahid..
Untukmu jasad-jasad mulia Palestina..
Untukmu singa-singa Afghani yang perkasa..
Untukmu setiap jasad di bumi jihad yang merindui wajah Rabb Allaah Azza Wajalla..
Untukmu saudara-saudara seimanku..
Gurun pasir menorehkan sejarah perjuanganmu.
debu-debu beterbangan membawa setiap tetes demi tetes darahmu.
sayup angin terpaku melihat linangan air matamu.
langit memerah melukiskan ketabahanmu.
Burung-burung berdo'a membawa jasad kesyahidan atasmu.
Daun-daun berjatuhan menjadi saksi atas pengorbananmu.
Engkaulah generasi sejati ummat ini.
Generasi terbaik shalahuddin-shalahuddin masa kini.
Engkau petir-petir yang akan mengguncang dada-dada kaum kafirin.
Engkaulah pedang-pedang suci di medan juang.
Engkaulah mortal-mortal penghancur kekufuran.
Dirimulah panah-panah dan bebatuan yang menghinakan kebatilan.
Duhai saudaraku, duhai belahan jiwa serta kepingan jiwaku..
Aku malu, sungguh aku malu padamu.
Aku merasa tidak pantas menjadi saudaramu.
Aku disini duduk nyaman menatap langit yang temaram.
Aku tidur di kasur yang empuk lagi ditemani hiduran.
Sedangkan engkau berselimutkan reruntuhan di malam dingin lagi mencekam.
Duduk bersyukur di atas bebatuan. Bermunajat kepada Rabb tanpa rasa gundah di alam kebisingan gemuruh ledakan.
Bertemankan kematian yang setiap saat dapat membawa jiwamu menuju kesyahidan.
Sungguh, aku tak dapat berbuat apapun untuk dirimu.
Aku hanya mampu berdo'a semoga Allah senantiasa menjagamu, melindungimu.
Surga menantimu, wahai saudara-saudaraku.
Vie's blog
its my blog :)
Saya menemukan 'diri'saya ketika saya menulis.
Menulis adalah sebuah kekuatan :)
Menulis adalah sebuah kekuatan :)
Rabu, 09 Juli 2014
Minggu, 16 Maret 2014
Rindu JIHAD..
Tsabat-Maydani : Ini adalah tekat yang telah terpatri
Ini adalah rindu yang tak pernah berhenti
Ini adalah jiwa mujahid sejati
Yang tetap teguh di dalam menanti..
Bila engkau satu diantara yang mencari
Lantangkan suaramu bersama seruan ini
Bila engkau satu diantara yang merindu
Tunjuk satu ke atas jarimu
Mari kita berseru..
Bila ada 1000 mujahid
Aku lah satu diantaranya
Bila ada 100 mujahid
Aku lah satu diantaranya
Bila ada 10 mujahid
Aku lah satu diantaranya
Bila adaaa...
seorang mujahid
Aku lah yang mengenggamnya.
Aku tergugu membaca sederet kalimat diatas.
Ada yang berkecamuk jauh di dasar sanubari sana.
Ah, ada rindu rindu yang begitu menggebu.
Ada semangat yang berkobar di dalam sana, amat besar tapi tertutup.
Andai boleh aku sedikit berandai-andai,
Andai boleh aku berangan-angan
Aku ingin menjadi satu dari 1000 mujahid, tetap menjadi bagian dari 100 mujahid, walau hanya 10 mujahid aku tetap ingin disana. Dan apabila hanya tinggal seorang mujahid, aku berharap aku lah orangnya.
Meski harus diakui, jangankan untuk berjihad di jalan-Nya, kewajiban saja kadang lalai dijalankan.
Perintah-Nya saja kadang masih saja terlalaikan, bagaimana igin menjadi Mujahidah yang tangguh?
Jangankan untuk berjihad, ibadah saja masih suka ngeluh/
Aku malu, iya malu dengan diriku sendiri.
Malu dengan Allah.
Atas segala kenikmatan yang telah Dia berikan, tapi aku masih saja lalai, masih saja ingkar, masih saja bermaksiat.
Aku diberi kesempatan untuk hidup di bumi-Nya, makan dari rezeki-Nya dan bernafas dengan karunia-Nya tapi aku selalu saja lalai, terus saja ingkar.
Apa yang kau bangakan wahai diriku? Amal yang tak seberapa, ilmu yang apa adanya, tapi masih saja sering berbangga.
Aku malu dengan Rasulullah SAW.
Mengaku ummatnya tapi enggan turuti sunnahnya.
Mengaku mencintainya tapi jarang bershalawat kepada-Nya.
Ah Allaah, astaghfirullaah.
Ampuni aku, ampuni aku, dan tolong ampuni aku.
Maafkan diri yang hina ini, maafkan jiwa yang lemah ini.
Tolong beri kesempatan untuk mengecap manisnya hidayah-Mu.
Beri aku kesempatan untuk terus berjuang di Jalan-Mu, berjihad untuk agama-Mu.
Beri kesempatan untuk senantiasa hidup dalam kebenaran.
Ingin menjadi hamba-Mu yang hanif, sesederhana itu pintaku ya Allaah.
Aamiin
Ini adalah rindu yang tak pernah berhenti
Ini adalah jiwa mujahid sejati
Yang tetap teguh di dalam menanti..
Bila engkau satu diantara yang mencari
Lantangkan suaramu bersama seruan ini
Bila engkau satu diantara yang merindu
Tunjuk satu ke atas jarimu
Mari kita berseru..
Bila ada 1000 mujahid
Aku lah satu diantaranya
Bila ada 100 mujahid
Aku lah satu diantaranya
Bila ada 10 mujahid
Aku lah satu diantaranya
Bila adaaa...
seorang mujahid
Aku lah yang mengenggamnya.
Aku tergugu membaca sederet kalimat diatas.
Ada yang berkecamuk jauh di dasar sanubari sana.
Ah, ada rindu rindu yang begitu menggebu.
Ada semangat yang berkobar di dalam sana, amat besar tapi tertutup.
Andai boleh aku sedikit berandai-andai,
Andai boleh aku berangan-angan
Aku ingin menjadi satu dari 1000 mujahid, tetap menjadi bagian dari 100 mujahid, walau hanya 10 mujahid aku tetap ingin disana. Dan apabila hanya tinggal seorang mujahid, aku berharap aku lah orangnya.
Meski harus diakui, jangankan untuk berjihad di jalan-Nya, kewajiban saja kadang lalai dijalankan.
Perintah-Nya saja kadang masih saja terlalaikan, bagaimana igin menjadi Mujahidah yang tangguh?
Jangankan untuk berjihad, ibadah saja masih suka ngeluh/
Aku malu, iya malu dengan diriku sendiri.
Malu dengan Allah.
Atas segala kenikmatan yang telah Dia berikan, tapi aku masih saja lalai, masih saja ingkar, masih saja bermaksiat.
Aku diberi kesempatan untuk hidup di bumi-Nya, makan dari rezeki-Nya dan bernafas dengan karunia-Nya tapi aku selalu saja lalai, terus saja ingkar.
Apa yang kau bangakan wahai diriku? Amal yang tak seberapa, ilmu yang apa adanya, tapi masih saja sering berbangga.
Aku malu dengan Rasulullah SAW.
Mengaku ummatnya tapi enggan turuti sunnahnya.
Mengaku mencintainya tapi jarang bershalawat kepada-Nya.
Ah Allaah, astaghfirullaah.
Ampuni aku, ampuni aku, dan tolong ampuni aku.
Maafkan diri yang hina ini, maafkan jiwa yang lemah ini.
Tolong beri kesempatan untuk mengecap manisnya hidayah-Mu.
Beri aku kesempatan untuk terus berjuang di Jalan-Mu, berjihad untuk agama-Mu.
Beri kesempatan untuk senantiasa hidup dalam kebenaran.
Ingin menjadi hamba-Mu yang hanif, sesederhana itu pintaku ya Allaah.
Aamiin
Jumat, 14 Maret 2014
Hijrrah Part II
Assalamu''alaykum saudari fillah :)
Ketika kemarin saya sempat bercerita tentang awal-awal hijrah saya, kali ini saya ingin kembali bercerita. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, dan menjadi tabungan saya di akhirat sana, Aamiin.
Ini adalah cerita hijrah kedua saya, setelah hijrah pertama saya masih terlalu banyak kekurangan disana-sini.
Sedikit saya flashback, hijrah pertama saya dimulai ketika saya memutuskan untuk memulai berhijab dengan hijab yang masih minim dan seadanya.
Ba'da saya mulai memasuki masa akhir saya dibangku SMA, saya begitu bersyukur Allah kembali menitipkan anugerah yang luar biasa kepada saya, bertemu dengan saudari-saudari seiman, seakidah dan begitu luar biasa. Lewat mereka Allah menitipkan hidayah untuk saya. Hari itu, kembali saya lupa tanggal berapa, entah kekuatan dari mana,saya memutuskan untuk berhijab sesuai dengan ketentuan-Nya. Tak ada rencana apapun sebelum itu, tak ada persiapan matang, termasuk persiapan mental.
Hari itu, saya mengobrak abrik lemari pakaian saya. Mencari baju saya yang longgar dan tebal, mencari rok yang lebar dan tebal,dan saya sedih, saya tak menemukan khimar yang tebal. Saya hanya punya khimar yang panjangnya sedada dan agak sedikit tembus pandang. Semangat saya turun. Saya ingin menangis dan berencana menunda rencana hijrah saya sampai keperluan saya (baju,rok, dan khimar) sudah banyak yang sesuai ketentuan-Nya.
Tapi satu hal menyentak saya, saya ingat bahwa usia saya tak ada yang tau. Tak ada yang bisa menjamin saya masih bisa bernapas esok hari, jangankan esok hari, untuk satu menit berikutnya pun tak ada orang yang tau.
Akhirnya dua buah khimar saya lapis menjadi dua, saya menemukan beberapa kesulitan.Mulai dari susah dibentuk, hingga jarum yang tak tembus karena bahannya terlalu tebal.:'D
Daaan, saya menemukan sosok lain di cermin. Begitu anggun, subhanallaah.
Saya menemukan rasa dan sensasi yang berbeda ketika itu. Saya pakai kaos kaki dan lengkaplah sudah, saya merasa begitu nyaman.
Segala puji bagi Allah yang telah membuat aturan seindah itu, segala punji bagi-Nya yang telah memberi saya kesempatan untuk mengecap manisnya hidayah-Nya, saya selalu berharap semoga hidayah itu tak pernah hilang dan semangat berhijrah itu tak akan pernah padam.
Perjalanan saya seusai keputusan saya berhijab longgar terlaksana tidaklah mulus. Ada banyak tantangan yang menguji kesungguhan saya. Terlalu banyak cibiran dan kritik yang saya dapatkan. Banyak yang menyakitkan, bahkan nyaris membuat saya menyerah, tapi saya bersyukur Allah menguatkan hati saya. Semuanya perlahan dapat saya lewati. Saya terbiasa menemui orang yang menatap saya dengan tatapan aneh, saya terbiasa dibilang 'kayak ibu-ibu ya". Saya tersenyum saja. Dibilang kayak ibu-ibu ya Alhamdulillaah Toh nantinya saya juga bakal jadi seorang ibu, insyaa Allah.
Ada begitu banyak perbedaan yang saya temui. Cowok-cowok yang biasanya jeralatan, menggoda dengan siulan, kini berubah. Mereka begitu segan, dan kadang malah mendo'akan "assalamu'alaykum bu ustadzah" dalam hati saya mengaamiinkan. Semoga nanti diberi kemampuan untuk turut berdakwah.
Semuanya, baik ataupun buruk hal yang saya temukan dalam perjalanan hijrah saya, saya rasakan itu indah. Itu adalah bagian dari skenario yang telah Allah siapkan untuk saya, dan saya bersyukur dipercaya untuk memerankannya.
Setelah berhijab yang sedikit longgar, saya mulai berbenah. Mulai dari hal yang paling kecil. Saya berusaha untuk berkata, bertingkah laku sesuai dengan syari'at-Nya. Saya senantiasa berdo'a semoga saya terus istiqamah seperti ini.
Satu hal, ketika saya berniat untuk memperbaiki penampilan saya, Allaah selalu beri saya jalan, beri saya rezeki demi terus melangkah memperbaiki diri. Allah temukan saya pada saudari-saudari yang menjual berbagai busana muslimah syar'i, Allah beri saya rezeki dan saya begitu bersyukur karena-Nya.
Hijab syar'i membawa perubahan besar dalam hidup saya, dan terus menuntut saya untuk tau dan mengenal Islam lebih dalam.
Di akhir tulisan ini, saya menyelipkan do'a semoga saudari-saudari saya yang belum terbuka hatinya untuk berhijab dapat disegerakan oleh Allah dan yang telah berhijab semoga semakin baik dan semakin istiqamah.
satu hal, jangan pernah takut untuk berubah demi kebaikan, karena Allah akan senantiasa menemani langkah baik kalian, Allaah bersama kalian dan akan membantu kalian. Jangan pernah menunda berhijrah, karena usia tak ada yang tau kapan akhirnya, malaikat maut tak tau kapan datangnya, maka itu marilah bersegera berhijrah.
Sekian dari saya ya ukhti.
Wassalamu'alaykum.. :)
Rabu, 12 Februari 2014
Cerita Sebuah Cita-Cita
Dalam hidup ini, kita semua pasti punya cita-cita bukan?
Saya yakin, ketika ditanya apakah seseorang punya cita-cita, pasti semuanya akan menjawab 'punya'.
Mulai dari ingin menjadi guru hingga jadi seorang presiden.
Dan kita tentu punya cerita masing-masing tentang cita-cita.
Dan ini cerita saya..
Sejak kecil, ketika saya ditanya tentang cita-cita, saya selalu punya jawaban yang berbeda.
Dulu waktu masih duduk dibangku Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), saya selalu menjawab "astronot" ketika ditanya apa cita-cita saya. Padahal, saat itu saya sendiri tidak tahu apa sebenarnya pekerjaan astronot itu.
Hanya karena sering dengar dan bahasanya pun keren, saya memilih astronot sebagai pilihan.
Dan cita-cita itu masih bertahan hingga saya lulus MI.
Lalu ketika tahu bahwa astronot itu adalah ilmuwan yang bisa datang ke bulan, dan pekerjaannya hanya meneliti itu-itu saja, pikiran bocah saya waktu itu ternyata enggan. Itu terlalu membosankan buat saya. Saya tidak suka hal seperti itu. Pikir saya, di bulan itu pasti sepi dan saya pasti akan takut. Ah :")
Masuk SMP, saya mulai menyadari hobby saya yang amat gemar membaca, terutama novel. Belum lagi saya juga menyukai akitvitas tulis menulis puisi dan cerpen.
Dan ketika saya kembali menemui pertanyaan "apa cita-cita kamu?", jawaban saya pun berubah.
"Saya ingin jadi novelis".
Hmm, dalam bayangan saya waktu itu menjadi seorang novelis tentu menyenangkan. Bisa bereksperimen dengan berbagai kata, merangkumnya menjadi sebuah cerita dan mampu mengekspresikan imajinasi dalam sebuah alur yang indah. Bisa bertemakan cinta, derita, bahkan apa saja yang saya mau.
Saya bisa memilih alur cerita apa yang saya mau, bagaimana jalan ceritanya. Dan itu menyenangkan!
Cita-cita itu ternyata menjadi sebuah kekuatan tersendiri buat saya.
Saya sering berjam-jam di depan laptop. Bermain dengan kata-kata dan merangkainya menjadi sebuah cerita.
Hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan sebuah novel berjudul "Semesta Cinta" yang akhir-akhir ini saya baca dan membuat saya terbahak karena penggunaan kata yang masih ngasal hingga ada kesoktahuan yang berlebihan dalam novel yang saya tulis tersebut :'D
Lalu ketika mendekati akhir SMP kalo tidak salah, setelah pertanyaan "cinta-cita kamu apa?" sudah amat sangat jarang terdengar, seorang guru bertanya pada kami. "apa cita-cita kalian"
Dan dengan sangat bangga saya menjawab "ingin jadi novelis"
Dan jawaban guru tersebut membuat pikiran bocah saya kembali melanglang buana.
Inilah jawabannya.
"Novelis itu tidak bisa dijadikan tumpuan hidup. Kalo kamu nulis terus bukumu laris ya Alhamdulillah. Tapi kamu butuh waktu lama untuk kembali nulis lagi. Dan selama itu kamu ga akan dapet uang. Novelis itu jadikan sampingan sajalah"
Jleb, ucapan itu berhasil membuat saya refleks mengangguk dan membenarkan.
Dan saya mulai berpikir "Jadi, saya harus jadi apa?"
Hingga masuk masa SMA saya masih mengambang, entah ingin jadi apa. Hingga suatu peristiwa membuat saya terilhami dan banting stir.
"Saya ingin jadi dokter".
Sebuah profesi yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya. Ketika teman-teman saya ramai menyebut "dokter" sebagai cita-cita saya malah tak berpikir sama sekali kesana.
Iya, saya pikir saya tak akan mampu menjadi dokter. Saya takut darah dan tak akan bisa menjadi dokter.
Tapi peristiwa itu membuat saya bertekad apapun caranya SAYA HARUS JADI DOKTER!
Mulailah saya membenahi semuanya. Saya memperketat jadwal belajar saya. Memforsir diri hanya demi sebuah jas berwarna putih.
Bagaimanpun saya harus menjadi dokter. Siang malam saya habiskan untuk berkutat dengan buku-buku yang membosankan. Saya mulai berusaha bersahabat dengan Biologi, berteman akrab dengan berbagai macam jenis organ dan cara kerjanya, familiar dengan berbagai nama biologi, mencoba menikmati sajian yang tak pernah jauh dari manusia, hewan, dan tumbuhan. Saya mulai menyisihkan benci terhadap Matematika, mencoba mengkakrabkan diri dengan kimia dan berusaha berteman dengan Fisika. Alhamdulillah, proses itu berjalan dengan baik. Saya biasa menghabiskan malam dengan soal-soal, saya pernah hampir muntah karena terlalu bosan belajar, hingga seabrek rutinitas lainnya.
Pada saat ikut tes SNMPTN, saya tak memasukkan pilihan lain selain kedokteran. Saya bahkan tak melirik kampus-kampus elite sekelas UI, UGM dan Padjajaran. Saya rela mempertaruhkan jarak jauh-jauh ke Bengkulu hanya untuk mendapat sebuah kursi kedokteran.
Hingga kenyataan dan rencana Allah menghentak saya.
Saya tak lulus satu pun. Saya malah lulus pada bidang yang tak pernah saya fikir sebelumnya.
Saya kecewa, saya sempat membodohkan diri saya.
Hingga Allah mempertemukan saya dengan orang-orang itu (Salam rindu teramat sangat buat kalian, saudari fillah).
Saya menemukan bahwa kebahagiaan sesungguhnya itu adalah ketika dekat dengan-Nya.
Saya mulai menyadari bahwa cita-cita paling mulia seorang wanita adalah menjadi wanita shalihah.
Bahwa pencapaian yang paling membahagikan bagi seorang wanita adalah ketika ia mampu menjadi hamba yang dekat dengan-Nya, mampu menjadi istri shalihah dan ibu yang baik untuk anak-anaknya.
Bahwa hidup tak melulu tentang dunia. Dan tugas kita hanya mempersiapkan bekal untuk datang menghadap-Nya nanti.
Bahwa sukses itu tidak harus menjadi seorang dokter, seorang pengusaha, PNS, atau apalah. Sukses tidak bisa diukur dari banyaknya harta, banyaknya mobil, atau seterkenal apa kita.
Sukses itu bukan ketika kita mampu berpakain modis dan bermerek dengan berbagai macam mode, tapi ketika kita sudah mampu berpakaian sesuai syariat-Nya, itulah sukses.
Sukses itu justru sangat sederhana. Sukses itu adalah sebagaimana kita mampu bermanfaat untuk diri kita sendiri dan orang lain. Sebagaimana kita mampu menjadi hamba yang dekat dengan-Nya. Dan ketika kita sudah mampu lepas dari segala macam ambisi dunia, saat itulah kita sukses.
Jadi, apapun jalan hidup yang sudah Allah takdirkan untuk kita, sebagaimana pun keadaannya, jalani saja. Yakinlah akan ada sesuatu yang indah dibaliknya.
Tugas kita hanya berusaha keras, memberikan dan mengusahakan yang terbaik, urusan hasil tetap Allah penentu-Nya. Yakinlah, tak akan ada usaha yang sia-sia.
Laa takhaf wa laa tahzan! Innallaha Ma'ana.
Jangan takut, jangan sedih, Allah bersama kita.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang sukses, diberkahi fiddunnyaa wal akhirah. Aamiin.
Semangat menebar manfaat di bumi Allah!
salah ukhuwah,
Masna Devi Rosiana
Minggu, 26 Januari 2014
Hijrah Part I
Assalamu'alaykum ukhti shalihat :)
Ketika pertama kali mengetik kata "Hijrah" di kolom judul, otakku langsung berhenti pada sebuah peristiwa pada zaman dahulu.
Iya, peristiwa pindahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Yastrib atau yang sekarang disebut Madinah.
Dulu, pemahamanku tentang hijrah hanya sebatas sebuah perpindahan. Move on lah katakan.
Tapi semakin kesini, aku semakin tau bahwa hijrah itu luas sekali cakupannya. Iya, tak hanya sebatas perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, tapi juga dari satu keadaan/kondisi ke keadaan lain.
Tentunya hijarah ini mengandung makna yang positif.
Kalo perpindahannya malah membuat seseorang lebih buruk, bukan hijrah namanya.
Ketika ada yang bertanya bagaimana perjalanan hijrahku?
Aku perlu mengulik lebih dalam lagi. Karena rasanya setiap hal yang ku lakukan belum bisa dikatakan hijrah sepenuhnya.
Tapi baiklah, saya akan mencoba sedikit berbagi pengalaman saya.Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua.
Awal hijrah saya dimulai dari Ramadhan sekitar 3 tahun yang lalu, saya lupa tanggal tepatnya.
Hari itu saya memutuskan untuk memulai berhijab. Hari itu saya mengakhiri pergulatan batin saya.
Iya, setelah sekian lama saya bergulat dengan hati dan perasaan, saya membunuh semua keraguan saya, dan dengan khimar dan pakaian panjang yang seadanya saya memutuskan untuk berhijab.
Diawal keputusan saya tersebut, saya sedikit bahagia karena dihari yang sama sahabat terdekat saya juga memutuskan untuk berhijab. Saya jadi punya kekuatan untuk memulai hari itu.
Beberapa hari sebelumnya saya terebih dulu izin dengan Aba. Alhamdulillah beliau merespon dengan baik.
Mama memberi modal 100 ribu untuk saya memberi beberapa helai khimar. Bayangkan 100 ribu hanya dapat berapa? :')
Hari itu, dengan sebuah khimar yang seadanya (hanya menutup dada :'D) saya datang ke sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi teman-teman saya saat itu. Dari awal masuk gerbang hingga ke kelas saya menemukan berbagai macam ekspresi dan tatapan mata. Ada yang merespon dengan baik, ada pula yang memandangi saya dengan tatapan sinis.
Saya hanya bisa menggenggam tangan sahabat saya dengan erat hari itu. Kami sama-sama saling menguatkan.
Alhamdulillah, banyak support dan respon yang baik dari teman dan guru-guru saya.
Do'a pertama saya hari itu adalah semoga Allah mengistiqomahkan saya dan sahabat saya untuk berhijab.
Saya akui awal saya berhijab hingga beberapa 2 tahun kemudian, saya masih berhijab seadanya. Membungkus aurat saya, bukan menutup.
Memakai baju yang seadanya. Terkadang masih memakai jeans walaupun saya lebih sering menggunakan rok.
Khimar yang masih tipis dan tembus pandang, masih sering dililit dan tidak menutupi dada. Dengan sanggul punuk unta yang masih menghiasikepala saya,kaki yang belum tertutup kaos kaki. Dan itu berjalan cukup lama.
Hal itu karena ketidaktahuan juga mungkin belum adanya hidayah dari Allah.
Untuk sementara waktu itu saya hanya berhijab seadanya, dengan kualitas ibadah yang juga masih seadanya (bahkan sampai sekarang :'(
Hmmm,
Segitu duu ya ceritanya. Lain waktu nanti disambung.
Jazakillah.
Wassalamu'alaykum :')
Rabu, 27 November 2013
Sebuah cerita.
Selamat siang, akhir November :)
Ini hari kesekian aku berada disini.
Di ruangan serba putih yang masih beum familiar di mataku.
Iya,ini memasuki bulan ketiga aku menyandang gelar sebagai mahasiswi kebidanan di Poltekkes Kemenkes Palembang.
Sampai detik ini aku masih berusaha menikmati peranku di kelas ini.
Masih mencari-cari siapa yang tepat untuk ku jadikan partner dan masih memilih alasan yang tepat untuk mengatakan 'aku betah disini'.
Jangan pernah berpikir kampusku ini seperti kampus lain pada umumnya.
Kami tak memakai pakaian sesuka hati kami. Kami juga tak bisa datang semau kami.
Apalagi bertindak seingin hati kami.
Tidak begitu. Di kampus kami ini semua masih serba diatur. Bagi kami penduduk baru yang masih seumur jagung, kami harus memakai pakaian ala sales dengan celana dasar hitam dan baju kemeja putih polos dilengkapi dengan sepatu pantofel dan kaos kaki panjang selutut. Plus jilbab katun dan harnet bagi yang tidak berhijab. Satu lagi yang mungil dan tak boleh ketinggalan, name tag yang harus selalu 'nangkring' manis di dada sebelah kanan kami.
Aku agak sedikit tak nyaman dengan ini, bukan karena sering dipandang aneh dan seperti sales, tapi aku tak betah memakai celana yg kesannya agak ketat dan hijab yang seadanya.
Aktivita perkuliahan dimulai pukul 08.00 WIB pagi. Tapi bagi saya yang masih tidak menetap diasrama, saya sudah harus siap-siap dari jam 07.00 pagi. Masih harus berdiri sekian menit menunggu angkot dan harus bergulat beberapa waktu dengan macet dan riuhnya aktivitas jalan raya. Oke abaikan itu semua karena kenyataannya tidak seribet itu.
Aku selalu diantar dengan manis oleh sosok spesial yg biasa ku panggil 'aneng'.
Baiklah, abaikan semua tentang itu. Kenyamanan ku pagi ini terusik dengan satu hal.
Bisik-bisik teman menyambut datangnya SBMPTN.
Tiga bulan disini, aku sudah melupakan segala hal yang berbau tes dan sekarang aku kembali diusik tentang itu.
Iya, banyak dari temanku yang ternyata mempunyai rencana untuk kembali mengikuti seleksi masuk PTN itu dan hengkang dari kampus ini.
Aku diam. 'Lalu bagaimana dengan aku?'
Aku memang harus mengakui, sampai detik ini perasaanku masih abu-abu.
Sekali lagi aku masih menemukan alasan untuk bilang aku betah disini.
Tapi jujur saja itu tak menjadikan alasan untukku berpikir akan hengkang dari sini.
Ada banyak alasan mengapa aku tak punya rencana sedikitpun untuk ikut tes SBMPTN,
Alasan pertama, aku pernah gagal dulu. Ketika SMA, aku pernah pindah dari sebuah SMA karena alasan tak betah.
Aku tentu tak ingin mengecewakan mereka untuk kedua kalinya.
Alasan kedua, saya benar-benar sudah malas untuk buka buku dan kembali berurusan dengan matematika, fisika dan kimia. Maklum saja, 3 bulan disini aku tak menemukan rumus-rumus dan angka-angka apalagi reaksi kimia yang bikin pusing.
yang paling penting, entah kenapa rasanya aku sudah mencintai dunia kebidana ini.Aku sudah akrab dengan kata 'kehamilan, ibu hamil, nifas,bersalin' dan bla bla yang menyangkut profesiku nanti.
Aku sudah nyaman dengan ini dan punya banyak khayalan tentang profesiku nanti.
Aku rasanya sudah siap untuk menjadi sahabat wanita, bidan desa dan pendamping ibu hamil apapun dan bagaimanapun resikonya nanti.
Karena profesi itu tidak melulu tentang penghasilan, tapi lebih kepada pengabdian dan juga amal. Dengan masyarakat juga dengan Allah :")
Jumat, 22 November 2013
That's why you go
Baby want you tell me why there is sadness in your eyes?
I don't wanna say goodbye to you.
Love is big illusion as you try to forget.
But there's something left in my head.
You're the one who set it all.
Now you're the one who make it stop.
I'm the one who's feeling dust right now.
Now you want me to forget every little thing you said
But there's something left in my head.
I want forget the way you're said
The feeling so strong will lasting for so long
But I'm not one your heart is missing
That's why you go away I know
You were never satisfied, no matter how I try
Now you want me to say goodbye to me
Langganan:
Postingan (Atom)